Lab Bahasa diyakini dapat membuat perubahan di dunia pendidikan melalui pemanfaatan teknologi. Penelitian profesor Stanford juga sepakat bahwa lab Bahasa itu penting.
Elizabeth Bernhardt, Direktur Pusat Bahasa John Roberts Hale dan profesor studi Jerman di School of Humanities and Sciences mengemukakan bahwa selama ini siswa memiliki waktu untuk membaca buku tetapi tidak semua orang yang membaca dapat menerjemahkan makna di dalamnya.
Dengan pengalamannya membangun rejimen ujian tanpa kertas untuk program Bahasa di Stanford selama 27 tahun, dia meyakini bahwa teknologi telah menciptakan suatu sistem yang dapat diandalkan. Salah satunya dengan lab Bahasa.
Tentu saja, perjalanannya bukanlah sesuatu hal yang mudah. Banyak tantangan yang harus ia lewati. Namun, apa yang ditawarkan Bernhardt yaitu lab Bahasa memberikan keuntungan besar untuk sesama pengajar.
“Inovasi ini menunjukkan potensi Stanford untuk mengembangkan teknologi dalam mendukung pengajaran dan pembelajaran di seluruh disiplin ilmu,” kata Matthew Rascoff, wakil rektor untuk pendidikan digital.
Menurut FSI, sebuah unit dari Departemen Luar Negeri Amerika Serikat, mereka memperkirakan butuh waktu 300 hingga 400 jam untuk mengajar siswa baru yang menggunakan Bahasa serumpun seperti Prancis, Jerman, dan Spanyol, antara lain ke standar yang dikenal sebagai “intermediate mid“.
Namun, kursus di Stanford berhasil melakukannya dengan waktu kurang dari 150 jam dalam satu tahun akademik. Kursus Stanford dalam bahasa non-cognate seperti Cina, Rusia dan Arab juga sama cepatnya untuk mencapai standar yang sebanding.
Kesuksesan itu tidak mungkin terjadi tanpa adanya standar bersama dan teknologi yang membantu para pengajar. Adopsi sistem yang disebut lab Bahasa itu perlu diperluas ke institusi lain di luar Stanford. Inovasi Bernhardt itu dilakukan karena adanya mandat merombak bagaimana bahasa diajarkan dan untuk memastikan bahwa semua siswa Stanford akan lulus dengan lancar dalam bahasa Inggris.
Instruktur bahasa di Stanford semuanya memiliki standar yang sama untuk menilai kemahiran bahasa. Di bawah arahan Bernhardt, program pengajaran Bahasa menekankan bagaimana menggunakan bahasa dalam kehidupan sehari-hari daripada mempelajari aturannya. Lab Bahasa menjadi salah satu fasilitas yang dapat dimanfaatkan.
Pada Bulan Mei 2022 lalu, ruangan lab Bahasa dipenuhi oleh banyak suara. Para mahasiswa diharuskan mengikuti ujian secara lisan dan tulis. Bukan hanya Bahasa Inggris, bahasa yang berbeda, termasuk Spanyol, Jerman, Cina dan Arab juga ada di sana.
Setiap mahasiswa dilengkapi headphone dan mikrofon. Metode ujian ini berbeda dari yang sebelumnya, dimana mereka mendengarkan pertanyaan yang direkam dalam bahasa apa pun yang telah mereka pelajari.
“Jelaskan kamar asrama Anda,” adalah perintah yang disampaikan dalam berbagai bahasa. Saat siswa menjawab dengan lantang, tanggapan mereka direkam ke Chromebook yang telah menunggu mereka di meja mereka.
Ketika tes bagian lisan selesai, mereka semua beralih ke Tes Kemampuan Menulis (WPT) dengan pertanyaan yang menuntut jawaban tertulis. Sekali lagi, mereka memiliki pertanyaan yang sama terlepas dari bahasanya. Tidak ada kertas, para mahasiswa ini diharuskan mengetikkan jawaban merek ke dalam komputer.
Bernhardt menunjukkan bahwa siswa dapat menulis lebih banyak dengan menggunakan komputer daripada dengan pena atau pensil, membuat penilaian yang lebih baik atas apa yang telah mereka pelajari.
Takeshi Sengiku, asisten direktur lab Bahasa atau pembelajaran digital, berada di ruang kontrol mengawasi siswa yang mengerjakan penilaian. Takeshi siap memecahkan masalah yang mungkin timbul. Protokol pencadangan juga tersedia untuk menyimpan jawaban ke hard drive Chromebook jika terjadi masalah saat mengunggahnya ke server.
Tahun ini, untuk pertama kalinya, siswa tidak harus datang bersamaan dengan semua teman sekelasnya untuk mengikuti penilaian. kapasitas lab Bahasa masih terbatas yang tidak memungkinkan semua mahasiswa datang bersamaan. Sehingga, sebagai gantinya, siswa dapat memilih dari slot waktu individual karena pertanyaan ujian telah dimuat sebelumnya dan dapat diambil dengan mudah pada waktu yang berbeda.
“Siswa menyukai fleksibilitasnya,” kata Bernhardt, mencatat bahwa itu juga berarti bahwa sesi kelas tidak perlu dikhususkan untuk pengujian.
Bernhardt terus berinovasi. Dia dan rekan-rekannya mencari cara baru untuk menganalisis data dari tes lisan dan tes tertulis. Mereka juga bekerja untuk membuat penilaian yang tersedia di waktu lain dalam setahun, selain akhir kuartal musim semi.
Dia senang, bagaimanapun, dengan cara kerjanya dan bertanya-tanya mengapa departemen lain tidak mengikuti. Dia berspekulasi bahwa instruktur sudah terbiasa meminta siswa menulis jawaban di buku dan menilai mereka dengan tangan. “Mungkin itu pola pikir ‘itulah cara kami selalu melakukannya,’” katanya. Tentu saja, departemen lain mungkin memiliki tantangan unik.
Ia menyebutkan, misalnya, mata pelajaran yang berbeda mungkin memerlukan simbol, format, dan formula yang berbeda dalam tanggapan tertulis, namun ia optimis kendala tersebut dapat diatasi. “Jika siswa bisa belajar mengetik dalam bahasa Arab atau Rusia, mereka bisa belajar memasukkan notasi ilmiah,” ujarnya.
Sumber: digitaleducation.stanford.edu